Kamis, 15 November 2012

Menelfonku, Sayang ??



Pernahkah disuatu hari, -entah kapanpun itu- tebersit keinginanmu untuk menelefonku, sayang?
Keinginan yang begitu kuat, hingga terkadang kau tak sanggup untuk menahannya?
Aku pernah. Sering malah.
Begitu kuatnya keinginan itu meski hanya ingin bertanya seputar kabarmu.
Begitu inginnya aku, hingga bermenit-menit ku tatap layar ponsel yang menampilkan barisan nomor selulermu.
Namun dengan menyerah kalah, ku akhiri angka-angka tersebut dengan menekan delete kemudian.


Kau tau, sayang, bagaimana perjuanganku untuk menahan keinginan itu?
Menahannya semampuku dan kemudian menyimpan di dalam sini, di hatiku?
Semua tak mudah, sayang.
Tak semudah seperti saat kau berkata padaku bahwa semua keinginanku itu adalah wajar.
Yang jelas, bagiku, aku perlu punya tenaga ekstra untuk meredam keinginanku itu saat dia meronta.
Kau tau akhir ceritanya, sayang?
Aku bahkan sulit untuk tersenyum pada bayanganku sendiri di cermin kalau sudah begitu.


Meski terdengar tak masuk akal, aku sering berharap bisa membalikan waktu.
Membalikan peristiwa seperti dulu.
Saat aku masih punya kesempatan bertukar cerita denganmu.
Aku ingat sesuatu.
Pernah di suatu masa saat kita sedang asik bertukar cerita tiba-tiba pembicaraan kita harus terputus, hanya karena ulah baterai ponselku yang protes karena minta segera diisi.
Lalu akupun rela melanjutkan obrolan kita dengan kabel yang tersambung dari stop kontak ke ponsel saking tak relanya harus mengakhiri pembicaraan denganmu saat itu.
Sungguh, sayang, peristiwa itu mampu membuatku geli dan tak urung menerbitkan seulas senyum di wajahku jika mengingatnya.

Kini, terkadang sepotong tanya mampir padaku, apakah mungkin kau tidak pernah merasakan seperti aku, sayang?
Memiliki keinginan seperti yang kurasakan, pernahkah?
Seingatku, bahkan sejak dulu pun keinginan menelepon selalu bermula dari aku.
Malahan, kau sering merasa terganggu dengan masuknya telepon-teleponku waktu itu.
Kau tentu masih ingat berapa banyak panggilan tak terjawab yang pernah ku tinggalkan di ponselmu.
Itu bahkan belum seberapa jika di gabungan dengan pesan-pesan singkatku yang acap kali aku layangkan padamu.
Bahkan masih bisa kubayangkan bagaimana jengkelnya dirimu waktu itu karena merasa terganggu dengan deringan-deringan teleponku, hingga kau pun menonaktifkan seluruh ponselmu pada akhirnya.


Begitulah aku, yang selalu merasa senang mendengar suaramu kala itu.
Merasakan bahagia saat mendengarmu tertawa disana.
Bisa bebas bercerita dan bertukar kabar setiap saat.
Berbagi tawa dan saling menyemangati satu sama lain.
Bahkan tak jarang saling berbagi kekesalan pada apa yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.


Ah, tentu takkan ada habisnya jika aku runutkan kenangan kita itu satu persatu saat ini.
Meski hari-hari itu mungkin sudah tidak akan pernah datang kembali padaku
Aku hanya ingin kau tau bahwa aku benar-benar kehilangan dan sangat merindukan saat-saat milik kita itu.
Terlebih lagi aku merindukan saat kau mengirimkan sebaris pesan singkat ke ponselku yang lantas kubalas ‘ya'
, seketika itu juga dengan senyum terkembang di wajahku.
Tulismu; ‘boleh aku mendengar suaramu?’



fidget


Tidak ada komentar:

Posting Komentar