Minggu, 18 Januari 2015

Hujan Di Kota Kita


Hujan di berandaku.
Dilangit kotamu juga kah?






Jadi?
Bolehkah lilinnya digantikan oleh keberadaanmu? Disini?


Dan mengganti secangkir kopiku dengan teh hangat untukmu.



Lalu, waktu akan ku berhentikan sedetik untukku, untuk kita.
Mengamini segala doamu untukku, untuk kita.




fidget








Sabtu, Hujan, dan Jalan (2)


Hujan tiba-tiba menyapa saat kakiku menjejak pada tanah kotamu.
Seperti ngajariku bahwa jika memang saatnya, tak perlu ada penolakan,
Seperti menyadarkaku bahwa jika waktu itu tiba, tak ada yang bisa menahan 
Segala hal terjadi bukan karena kebetulan 
Namun telah berjalan dengan rencana dan kepastian.



Hujan menahanku pada jarak yang tak sampai sejengkal denganmu.


Di bawah payung sama, kita beriringan membelah jalan serupa membuka hati yang kian rapat. Serapat pintu.
Itu hatimu? Atau hatiku?



Hujan pada malam kian merapatkan genggamanmu pada punggung tanganku. 
Menyadarkan bahwa hangat itu ada. Benar-benar ada. Benar nyata.
Tak hanya dingin, pengap dan beku. Pada diriku, dan hatiku.



Satu, dua, tiga, puluhan, ratusan bahkan ribuan bulir air pecah dan meluruh pada jendela kaca bus itu.
Persis hatiku yang leleh dan jatuh.
Hatiku yang satu. Dan utuh.
Jatuh melekat pada pemilik jantung yang duduk sebalah kanan disampingku,

Jatuh tepat pada pemilik jaket yang kukenakan di hari Sabtu, sepanjang jalanan menuju Surabaya, karena hujan.






fidget







Sabtu, Hujan, dan Jalan (1)



Sabtu pernah membawamu pergi untukku.
Pada waktu kokok ayam masih riuh gaduh melebihi klakson kendaraan. Pada waktu embun belum sempat menguap merayapi dedaun. Pada waktu mentari masih enggan, tampak diliputi malu.
Ada kamu, aku, Sabtu, dan hal-hal baru.









Sabtu sempat mengajakmu menggandengku. 
Pada seperempat pagi disepanjang jalan dengan menghapus lukaku terdahulu 
Pernah ku katakan bukan, jika luka itu akan selalu membekas dalam sekeping hatiku bahkan rasanya serupa kutukan yang  lebih dari seribu hari tak juga lepas dariku.
Ada ketakutan. Ada keraguan. Ada ... entahlah apa itu.


Sabtu mengantarmu menuju padaku.
Menyatukan luka dan harapan indah. Menggabungkan senyum getirku dan tawamu.
Ada dingin dibalut kehangatan
Ada penolakan bercampur ketergantungan.
Hal-hal baru itu adalah rasa yang perlahan tumbuh.
Entah pantas disebut apa. Yang terasa hanya nyaman berkepanjangan sekaligus takut kehilangan yang membuntuti di
punggungku.






fidget