Minggu, 18 Januari 2015

Sabtu, Hujan, dan Jalan (2)


Hujan tiba-tiba menyapa saat kakiku menjejak pada tanah kotamu.
Seperti ngajariku bahwa jika memang saatnya, tak perlu ada penolakan,
Seperti menyadarkaku bahwa jika waktu itu tiba, tak ada yang bisa menahan 
Segala hal terjadi bukan karena kebetulan 
Namun telah berjalan dengan rencana dan kepastian.



Hujan menahanku pada jarak yang tak sampai sejengkal denganmu.


Di bawah payung sama, kita beriringan membelah jalan serupa membuka hati yang kian rapat. Serapat pintu.
Itu hatimu? Atau hatiku?



Hujan pada malam kian merapatkan genggamanmu pada punggung tanganku. 
Menyadarkan bahwa hangat itu ada. Benar-benar ada. Benar nyata.
Tak hanya dingin, pengap dan beku. Pada diriku, dan hatiku.



Satu, dua, tiga, puluhan, ratusan bahkan ribuan bulir air pecah dan meluruh pada jendela kaca bus itu.
Persis hatiku yang leleh dan jatuh.
Hatiku yang satu. Dan utuh.
Jatuh melekat pada pemilik jantung yang duduk sebalah kanan disampingku,

Jatuh tepat pada pemilik jaket yang kukenakan di hari Sabtu, sepanjang jalanan menuju Surabaya, karena hujan.






fidget







Tidak ada komentar:

Posting Komentar