Minggu, 08 November 2015






Bila seorang penulis jatuh cinta kepadamu,
  maka kamu akan hidup selamanya.







Sent from Yahoo Mail on Android

Kamis, 14 Mei 2015

Surat Kekhawatiran, Ay



Selamat malam, Ay, yang sedang perjalanan menuju Lombok.




Aku hanya mengkhawatirkan bagaimana jika kelak kita dipertemukan pada satu meja persis setahun lalu?
Waktunya akan semakin mendekat, aku kian mengingatmu lebih giat. Tanpa niat.







Aku harus bagaimana?
Apa yang perlu aku lakukan?
Kembalikah seperti dulu? Setahun yang lalu, awal pertemuan yang menumbuhkan sesuatu. Kemudian sesuatu itu bermekaran tak terlendali. Hingga kini masih kurawat penuh harap. 
Pernah beberapa kali ku cabut, ku bunuh, lalu tak ku ijinkan kembali disitu.

Apalah daya, serupa akar kuat yang mengikat, bertahan puluhan jam, lalu kembali tumbuh lebih cepat dan lebat.
Itu cinta, Ay.
Begitu jugakah hatimu?



Yang pasti, jika waktu itu tiba, satu hal yang tak mungkin aku lakukan yaitu berusaha menatap sepasang mata.
Dimana, dulu, aku selalu berteduh. Dari dinginnya sikapmu.

Ah, Ay, semoga kau selalu dalam perlindunganNya








nb: kali ini aku tak mengharapkan apapun setibamu di Surabaya, seperti yang biasa kamu lakukan ketika mengunjungi puncak gunung, menjenguk bibir pantai, atau sekedar melintasi sudut kota.





Sent from Yahoo! Mail on Android



fidget

Senin, 11 Mei 2015

Pesan itu Menghadirkanmu






Rindu ini membuntutiku, Ay, sungguh!
Semakin lama, makin mendesakku mengingatmu.
Menggilir sepasang mataku menuju satu persatu rangkaian kenangan dalam sebuah pesan.
History chat itu dengan cepat menghadirkan sosokmu.





Sent from Yahoo! Mail on Android





fidget




Untuk Kamu, Ay (AR)






Hai Ay, apa kabarmu?
Kabarku? Aku baru saja menyadari aku telah jatuh cinta untuk kedua kalinya padamu. Setelah kita pernah sedekat nadi, dan kini sejauh matahari 








Sent from Yahoo! Mail on Android




fidget

Kamis, 23 April 2015

Peluklah, Tuhan!







Maka, peluklah aku, Tuhan, malam ini
Hingga pagi
Bukan hanya tentang sebatas kini, namun nanti




Maka, dekaplah aku dalam damaiMu, Tuhan, yang ku tahu sangat berkepanjangan.
Isilah hampanya hatiku dengan cintaMu yang kekal dan tak mengharapkan balasan.

Jangan biarkan hatiku terpenuhi dengan cinta-cinta yang salah. 
Jangan biarkan dadaku sesak dengan bualan-bualan kosong tak terkira
Jangan biarkan pikiranku tertumpuki kenangan-kenangan yang harusnya tak menjadikan alasan untuk aku jadi rapuh. 
Jangan biarkan kakiku melangkah penuh dendam pada hari-hariku,







fidget





Selembar Keluh



Duhai Tuhan Sang Maha Cinta, yang menghembuskan kasih pada hati setiap manusia di dunia, tolong pegangi hati hamba!






Tuhan, saya hendak mengadu tentang hati padaMu, hati yang senantiasa menangis dalam sujud tiap malam dikala orang-orang telah lelap tertidur, hati yang bilamana merasakan lelah tiba-tiba ingin pergi jauh tiada tuju, hati yang kian hari kian butuh sandaran untuk sekedar melepas jenuh. 


Duhai Tuhan yang menguasai hati,
Bukan hendak lancang padaMu, tapi saya ingin mengembalikan setiap rasa yang pernah Engkau hembuskan pada sekeping hati saya, karena rupanya saya tak sanggup lagi menahannya. Biarkan saja, seperti dahulu ketika membuka mata dari rahim ibu, tanpa mengenal berbagai rasa yang pada malam ini meluap-luap. rasa yang terlalu banyak warna yang semakin mengabur pudar dan tidak mudah untuk dibaca.
Aku, aku terlalu kesusahan menata dan memahaminya. 

Memang sudah semestinya saya bersyukur padaMu, Tuhan, karena masih diizinkan untuk mengecap rasa cinta. Dari sebuah perkenalan yang berujung kedekatan, kemudian berkat Sang Waktu tiba-tiba saya melupakan lelah dan memulai untuk membuka hati untuk siapapun yang berniat untuk menetap dihati saya, walaupun terkadang saya meragukan entah sebentar maupun selamanya.
Tak lama, saya dipaksa oleh pemikiran saya, bahwa kesempatan tidak akan datang untuk hal dan waktu yang sama, maka saya memutuskan untuk menepikan lelah dan berusaha memulai kembali dari awal bak seorang yang menemukan harapan-harapan indah disejengkal mata. Maka saya berlari, Tuhan, berlari mengejar bayang yang biasa disebut orang dengan 'kekasih'. 


Duhai Tuhan yang menggenggam hati,
Aku telah berlari kencang melampui yang aku mampu, aku telah berusaha melebihi yang aku bisa.
Namun, begitu sajakah, Tuhan? 
Itu benar-benar bayangan, yang sampai detik ini aku tak bisa menyentuhnya.
Aku kecewa, kemudian jatuh dalam hitungan waktu yang cukup lama.
Puluhan bulan, bahkan ribuan malam, aku pura-pura melupa.
Tentang rasa, tentang luka, dan tentang lelah


Tuhan, lalu bagaimana tentang perjalananku?  Aku harus berhenti di sini? Atau kembali?

Duhai Tuhan yang menguatkan hati,
Barangkali saja Engkau berkenan membuat harapan itu menjadi nyata suatu masa dan mengirimkan seseorangMu,  akan tetapi bila Kau tak memberi kesempatan, berikan saya kekuatan untuk tetap mencintainya (seseorangMu yang masih kau simpan itu) dalam diam.





fidget





Kamis, 02 April 2015

Pergi Sementara







Menunggu apa?
Entah...
Yang ku ingin hanya pergi jauh dari Surabaya.


@Peron suatu stasiun di Surabaya.



fidget




Rabu, 01 April 2015

April-ku



Titip rinduku, Sayang, sebelum ditenggelamkan sebongkar air yang pecah dari pelupuk mata


Aku lelah berlari.
Jadi boleh sekarang aku berhenti?
Aku lelah berlari
Lalu membiarkan apapun terjadi.
Aku tak mau peduli.




Ini April-ku!
Aku mau pergi!





fidget






Minggu, 18 Januari 2015

Hujan Di Kota Kita


Hujan di berandaku.
Dilangit kotamu juga kah?






Jadi?
Bolehkah lilinnya digantikan oleh keberadaanmu? Disini?


Dan mengganti secangkir kopiku dengan teh hangat untukmu.



Lalu, waktu akan ku berhentikan sedetik untukku, untuk kita.
Mengamini segala doamu untukku, untuk kita.




fidget








Sabtu, Hujan, dan Jalan (2)


Hujan tiba-tiba menyapa saat kakiku menjejak pada tanah kotamu.
Seperti ngajariku bahwa jika memang saatnya, tak perlu ada penolakan,
Seperti menyadarkaku bahwa jika waktu itu tiba, tak ada yang bisa menahan 
Segala hal terjadi bukan karena kebetulan 
Namun telah berjalan dengan rencana dan kepastian.



Hujan menahanku pada jarak yang tak sampai sejengkal denganmu.


Di bawah payung sama, kita beriringan membelah jalan serupa membuka hati yang kian rapat. Serapat pintu.
Itu hatimu? Atau hatiku?



Hujan pada malam kian merapatkan genggamanmu pada punggung tanganku. 
Menyadarkan bahwa hangat itu ada. Benar-benar ada. Benar nyata.
Tak hanya dingin, pengap dan beku. Pada diriku, dan hatiku.



Satu, dua, tiga, puluhan, ratusan bahkan ribuan bulir air pecah dan meluruh pada jendela kaca bus itu.
Persis hatiku yang leleh dan jatuh.
Hatiku yang satu. Dan utuh.
Jatuh melekat pada pemilik jantung yang duduk sebalah kanan disampingku,

Jatuh tepat pada pemilik jaket yang kukenakan di hari Sabtu, sepanjang jalanan menuju Surabaya, karena hujan.






fidget







Sabtu, Hujan, dan Jalan (1)



Sabtu pernah membawamu pergi untukku.
Pada waktu kokok ayam masih riuh gaduh melebihi klakson kendaraan. Pada waktu embun belum sempat menguap merayapi dedaun. Pada waktu mentari masih enggan, tampak diliputi malu.
Ada kamu, aku, Sabtu, dan hal-hal baru.









Sabtu sempat mengajakmu menggandengku. 
Pada seperempat pagi disepanjang jalan dengan menghapus lukaku terdahulu 
Pernah ku katakan bukan, jika luka itu akan selalu membekas dalam sekeping hatiku bahkan rasanya serupa kutukan yang  lebih dari seribu hari tak juga lepas dariku.
Ada ketakutan. Ada keraguan. Ada ... entahlah apa itu.


Sabtu mengantarmu menuju padaku.
Menyatukan luka dan harapan indah. Menggabungkan senyum getirku dan tawamu.
Ada dingin dibalut kehangatan
Ada penolakan bercampur ketergantungan.
Hal-hal baru itu adalah rasa yang perlahan tumbuh.
Entah pantas disebut apa. Yang terasa hanya nyaman berkepanjangan sekaligus takut kehilangan yang membuntuti di
punggungku.






fidget