Kamis, 23 April 2015

Peluklah, Tuhan!







Maka, peluklah aku, Tuhan, malam ini
Hingga pagi
Bukan hanya tentang sebatas kini, namun nanti




Maka, dekaplah aku dalam damaiMu, Tuhan, yang ku tahu sangat berkepanjangan.
Isilah hampanya hatiku dengan cintaMu yang kekal dan tak mengharapkan balasan.

Jangan biarkan hatiku terpenuhi dengan cinta-cinta yang salah. 
Jangan biarkan dadaku sesak dengan bualan-bualan kosong tak terkira
Jangan biarkan pikiranku tertumpuki kenangan-kenangan yang harusnya tak menjadikan alasan untuk aku jadi rapuh. 
Jangan biarkan kakiku melangkah penuh dendam pada hari-hariku,







fidget





Selembar Keluh



Duhai Tuhan Sang Maha Cinta, yang menghembuskan kasih pada hati setiap manusia di dunia, tolong pegangi hati hamba!






Tuhan, saya hendak mengadu tentang hati padaMu, hati yang senantiasa menangis dalam sujud tiap malam dikala orang-orang telah lelap tertidur, hati yang bilamana merasakan lelah tiba-tiba ingin pergi jauh tiada tuju, hati yang kian hari kian butuh sandaran untuk sekedar melepas jenuh. 


Duhai Tuhan yang menguasai hati,
Bukan hendak lancang padaMu, tapi saya ingin mengembalikan setiap rasa yang pernah Engkau hembuskan pada sekeping hati saya, karena rupanya saya tak sanggup lagi menahannya. Biarkan saja, seperti dahulu ketika membuka mata dari rahim ibu, tanpa mengenal berbagai rasa yang pada malam ini meluap-luap. rasa yang terlalu banyak warna yang semakin mengabur pudar dan tidak mudah untuk dibaca.
Aku, aku terlalu kesusahan menata dan memahaminya. 

Memang sudah semestinya saya bersyukur padaMu, Tuhan, karena masih diizinkan untuk mengecap rasa cinta. Dari sebuah perkenalan yang berujung kedekatan, kemudian berkat Sang Waktu tiba-tiba saya melupakan lelah dan memulai untuk membuka hati untuk siapapun yang berniat untuk menetap dihati saya, walaupun terkadang saya meragukan entah sebentar maupun selamanya.
Tak lama, saya dipaksa oleh pemikiran saya, bahwa kesempatan tidak akan datang untuk hal dan waktu yang sama, maka saya memutuskan untuk menepikan lelah dan berusaha memulai kembali dari awal bak seorang yang menemukan harapan-harapan indah disejengkal mata. Maka saya berlari, Tuhan, berlari mengejar bayang yang biasa disebut orang dengan 'kekasih'. 


Duhai Tuhan yang menggenggam hati,
Aku telah berlari kencang melampui yang aku mampu, aku telah berusaha melebihi yang aku bisa.
Namun, begitu sajakah, Tuhan? 
Itu benar-benar bayangan, yang sampai detik ini aku tak bisa menyentuhnya.
Aku kecewa, kemudian jatuh dalam hitungan waktu yang cukup lama.
Puluhan bulan, bahkan ribuan malam, aku pura-pura melupa.
Tentang rasa, tentang luka, dan tentang lelah


Tuhan, lalu bagaimana tentang perjalananku?  Aku harus berhenti di sini? Atau kembali?

Duhai Tuhan yang menguatkan hati,
Barangkali saja Engkau berkenan membuat harapan itu menjadi nyata suatu masa dan mengirimkan seseorangMu,  akan tetapi bila Kau tak memberi kesempatan, berikan saya kekuatan untuk tetap mencintainya (seseorangMu yang masih kau simpan itu) dalam diam.





fidget





Kamis, 02 April 2015

Pergi Sementara







Menunggu apa?
Entah...
Yang ku ingin hanya pergi jauh dari Surabaya.


@Peron suatu stasiun di Surabaya.



fidget




Rabu, 01 April 2015

April-ku



Titip rinduku, Sayang, sebelum ditenggelamkan sebongkar air yang pecah dari pelupuk mata


Aku lelah berlari.
Jadi boleh sekarang aku berhenti?
Aku lelah berlari
Lalu membiarkan apapun terjadi.
Aku tak mau peduli.




Ini April-ku!
Aku mau pergi!





fidget