Selasa, 30 Oktober 2012

Penari Hujan





”Aku akan selalu ingat kamu saat hujan.”

”Kenapa?”
”Karena kita sering menari bersama hujan.”
”Hanya itu alasanmu?”
”Bukan, karena kamu perempuan hujan.”
”Maksudmu?”
”Hujan dan kamu adalah cintaku…”

Cinta itu seperti hujan. 
Sering meruah tiba-tiba.
Menyisakan warna-warna di langit bernama pelangi.
Penari Hujan sering berdiri di depan pintu menatap hujan.
Bibirnya terkatup rapat.
Mata kecilnya berkejap-kejap menghalau air yang mendesak keluar. 
Aneh, mengapa tidak ditumpahkan saja air di matanya sehingga berbaur bersama air hujan yang dicintainya itu?
Mata itu ketakutan akan kesendirian.
Sunyi yang mengentak dan merongga ke sudut hitam hatinya.
Sunyi itu dia sebut hantu. Ah, bukankan hantu itu hanya ada di kepala, sayang? 
Penari Hujan takut hantu bernama Sunyi.




 
” Hujan itu indah.”
” Kupu-kupu juga indah, kamu tahu kan aku suka kupu-kupu?”
” Hujan itu ajaib.”
” Cinta juga ajaib.”
” Hujan itu tarian semesta.”
” Kamu hadiah semesta.”
” Aku mencintaimu…”


Lelaki itu tidak pernah tahu, aku hidup dari pecahan-pecahan puzzle mimpiku.
Udara setiap pagi yang kuhirup mengembuskan satu puzzle baru yang harus kutata agar menjadi mimpi utuh.
Mungkin mimpi itu tidak akan pernah menjadi kenyataan tapi dengan membuat keping-keping puzzle paling tidak aku punya semangat menyusunnya.
Kamu tidak pernah mengerti di setiap keping puzzle itu ada kamu, sayang.
Tidakkah itu cukup bagimu?
Kita sudah ada sejak beratus tahun lalu dan apa yang kita punya itu tidak akan pernah hilang dan mati.
Selalu ada di tempatnya. Selalu ada di sana.





(Penari Hujan)




fidget

Tidak ada komentar:

Posting Komentar