Minggu, 04 Mei 2014

Sepucuk Keluh


 


Bolehkah aku menyapamu?
Dan masih memanggilmu dengan sebutan "sayang"? Boleh?




Ah... Hai, Sayang
Selamat pagi yang terlalu pagi
Aku menemuimu di sini, bukan tentang rindu atau sekedar basa-basi tentang lalu
Namun, entahlah, seperti candu bagiku
Yang semakin aku menarik diriku, semakin aku terperangkap terlalu jauh
Sudahlah, kurasa kau memang selalu menganggapku terlalu sendu




Sayang, apa kabar?
Ku harap kau dalam keadaan bahagia, selalu. Bukan begitu?

Malam ini, maksudku pagi ini, aku merasa terlalu sendiri. Terlalu sepi
Iya, jika menurutmu aku telah menghabiskan ribuan hari dengan tanpa seseorang, seharusnya aku telah terbiasa dilatih waktu
Tapi pada kenyataannya, tak ada yang bisa mengangkat lalu menerbangkanku ke beberapa titik yang membuatku lebih mengerti bahwa aku mampu berdiri, saat ini

Ada banyak hal yang ingin ku ceritakan padamu, setelah aku akrab dengan sunyi, yang tentunya sejak kau memutuskan pergi

Betapa aku merasa bodoh, Sayang, saat aku mulai berjalan dan belajar berlari untuk mengejar mimpiku yang sempat jatuh itu, namun untuk beberapa jarak yang tak terlalu rapat aku kembali terperosok.
Dan tentunya, sakit. Ya, aku merasakan sakit kembali.
Terluka. Lagi


Kau tau, Sayang, aku sudah senantiasa menyembuhkannya tanpa siapapun. Seperti itu dan berulang kali

Kau pernah tau, pernah rasakan lelahnya aku, Sayang?
Andai jika gelapnya malam mampu menyusupkanku hingga tepat dipundakmu, akan ku beri tahu.





Aku takkan memintamu seperti biasanya, seperti beberapa waktu lalu, seperti saat aku tergeletak tanpa ada uluran tanganmu, aku takkan memintamu membalas semua tumpukan rinduku
Sungguh!
Aku, aku hanya ingin berucap jika sempat, maka sebut aku di atas sajadahmu pada ujung malam ya
Akan ku titipkan beberapa potong cerita kita, agar juga dapat merasakan bahagiamu

Selamat terlelap, Sayang








fidget






Tidak ada komentar:

Posting Komentar